Thursday, May 10, 2007


Saya tak suka musim hujan

Saya tak suka musim hujan. Tepatnya saya tak suka hujan. Meski kata ibu saya, hujan itu rezeki dan berkah, juga saat hujan turun adalah salah satu saat di mana setiap doa yang dipanjatkan saat itu diijabah. Tapi buat saya hujan tetaplah suatu hal yang menyebalkan.

Seorang teman pernah bilang bahwa ia malah "tergila-gila" pada hujan. Buat dia hujan adalah saat yang paling romantis, karena setelah hujan akan ada pelangi, lalu akan hadir bau tanah yang menyengat (bukannya bau lumpur, bu? dan becek yang bikin sepatu kesayangan kita jadi lembab dan kotor hehehe..). Seorang sahabat yang lainnya malah bilang, dia sangat suka jika sepanjang malam ada hujan, karena ia akan tertidur lebih nyenyak.

Buat saya, hujan itu romantis bagi orang yang sedang jatuh cinta. Bukan buat orang yang lagi patah hati kayak saya J.

Boro-boro hujan. Mendung saja sudah bikin saya kehilangan mood. Sedih. Gundah. Meski saya sedang tidak punya masalah ruwet, tapi saat awan hitam menutupi langit, atmosphere yang bbisa saya rasakan saat itu hanyalah muram. Tak ada yang lain.

Hujan juga buat saya penghambat segala rencana. Janji dengan seseorang bisa tertunda atau bahkan batal karena hujan. Sepatu yang baru disemir mengkilat takkan ada apa-apanya saat hujan. Belum lagi rencana hunting foto yang kerap tertunda karena hujan (selain bikin kamera kena air, hujan kan bikin warna langit jadi ga keren sama sekali, ya gak? ;) ). Belum lagi mati lampu yang sering mengiringi hujan turun. dan itu bisa berjam-jam, seperti tadi malam (dari jam 5 sore sampe jam 5 pagi). Dan yang lebih nyebelin, kalo ujan, ongkos becak jadi naik dua kali lipat.

Sahabat saya pernah mencoba menganalisis. Kata dia, mungkin saya punya trauma tentang hujan. Setelah saya pikir-pikir kok saya ga menemukan kejadian apa-apa yang menjadi penyebab ketidaksukaan saya pada hujan.

Yang saya ingat, waktu kecil, saat hujan turun, saya diwajibkan masuk ke dalam rumah. "Nanti kamu disambar petir," begitu alasan ibu saya saat itu. Tapi bukan berarti saya tak pernah menikmati saat-saat mandi hujan bersama anak-anak seusia saya, meski sesekali.

Yang bisa saya ingat juga, saat hujan jika ibu saya belum pulang kerja saat hujan mulai turun deras, perasaan saya akan menjadi sangat sedih, seolah-olah saya akan kehilangan ibu saya selamanya. Entah apa pemicu munculnya perasaan tersebut, sampai detik ini pun saya belum menemukan jawabannya.

tik.tik.tik.tik.
Suara air hujan jatuh membasahi atap, adalah suara yang paling ga ingin saya dengar.
Terlebih-lebih saat saya berada di lapangan dan berhari-hari tak bisa pulang kerumah.
Biasanya jika hujan mulai turun hal yang pertama saya lakukan adalah menelpon ke rumah (padahal di rumah juga belum tentu hujan J . Lalu menelpon ibu kos saya, meminta tolong agar sesekali "menjenguk" kamar kos saya, seraya menyertakan request tambahan: tolong selamatkan buku-buku dan laptop saya jika sesuatu terjadi. Maksud saya jika kamar kos saya kebanjiran lagi. Lagi?

Ya lagi. Beberapa bulan yang lalu saya pernah kebanjiran. Padahal hujan hanya turun selama 2 jam. Dan saya sedang tidak berada di lapangan melainkan di kantor.

Asumsi saya, karena hujan yang disertai angin itu hanya turun selama 2 jam, dan tidak ada tanda-tanda banjir di sekitar kantor, maka saya tenang-tenang saja. Sepulang kantor saya malah menyempatkan diri untuk ke kota dengan maksud makan malam.
Dan ketika saya pulang, taukah kau apa yang terjadi? saya mendapati kasur saya sudah terendam air nyaris setengahnya., rak buku dan buku-buku saya basah, compo saya terendam air, dan beberapa CD saya ikut terapung-apung. Perasaan saya saat itu benar-benar sulit dilukiskan. Karena tak ada yang menyangka ini terjadi. Bahkan ibu kos saya juga tidak.

Mereka bahkan semula tidak percaya waktu saya bilang kamar saya kebanjiran. Anehnya lagi beberapa tempat malah tidak basah sama sekali, yakni daerah yang berada tepat di bawah jendela, lubang angin dan pintu. Lalu dari mana air itu datang? Ternyata air itu datang dari lubang angin, sodara-sodara! Maksudnya tempias alias air yang dibawa oleh angin yang sangat kencang berhembus mengiringi hujan.

Lalu dengan perasaan kesal bercampur marah dan sedih, saya bongkar semua isi kamar, mengeringkan semua yang ada, kecuali kasur. Untung saya punya kasur cadangan, yang entah kenapa saya beli seminggu sebelumnya , seperti seolah ada firasat ini akan terjadi.

Hujan (masih) betul-betul sesuatu yang menakutkan (buat saya).

No comments:

Post a Comment