Wednesday, May 02, 2007

EX Smoker

Itulah julukan saya saat ini (meski ga sepenuhnya eks juga, soalnya saya masih suka nyuri-nyuri rokoknya Indra atau si Arief..hihihi)

Sebenarnya saya juga bukan a heavy smoker, karena saya tak begitu tergantung sama benda yang satu ini. Saya hanya membutuhkannya pada saat tertentu (baca: menjelang deadline, saat stres, atau grogi). Tapi biasanya saya selalu punya stok di tas. Menthol favorit saya(Marlboro dan LA Lights). Sensasi mintnya saya suka. Namun pada akhirnya saya harus rela mengganti Menthol taste dengan rokok putih biasa, mengingat saya menjadi lebih gampang pilek sehabis merokok.

Namun ternyata, pilek saya tak kunjung sembuh, meski saya bolak balik mengkonsumsi
obat anti alergi. Dan penyebabnya ternyata (menurut dokter langganan saya) : kebiasaan merokok saya. Artinya saya harus menghentikan kebiasaan merokok saya sama sekali jika ingin alergi dan sinusitis saya (yang ga bakal sembuh itu) tak gampang kambuh. Siyal.

Akhirnya berbekal tekad yang kuat (bukan apa-apa, saya capek banget minum obat yang bikin saya ngantuk setengah mati setelah itu), maka saya putuskan untuk berhenti merokok plus jogging. What??? Jogging??? Yeaah..babe..jogging, saya melakukan jogging atas saran seorang teman, agar kondisi saya lumayan fit, dan resiko kekambuhan sinus saya semakin berkurang. Benar saja, setelah 6 bulan jogging kayak orang gila (sendirian, muter-muter pendopo tiap sore), saya merasa badan saya enakan dan jarang pilek. Dann..percaya gak, saya gak bisa merasakan sensasi yang sama yang dulu saya rasakan saat saya merokok sebelum “ritual jogging” ini saya lakoni. Hisapan pertama saja saya sudah nyaris batuk, lalu hisapan kedua kepala saya langsung pusing. Kata salah seorang teman, itu karena paru-paru saya sudah bersih. Saat itu saya pikir, saya sudah musuhan dengan rokok

Namun ini tak berlangsung lama. Sejak pindah kerja ke Lhokseumawe, sebuah kota kecil nan jauh dari hiruk pikuk kota besar, saya jadi tergoda merokok lagi. Hal ini bermula dari tekanan kerja dan “kebingungan” saya dalam beradaptasi dengan kota yang buat saya (pada awalnya)“ asing dan ga ramah banget”. Di tambah lagi, dengan merokok saya merasa punya senjata melawan “ kemapanan” disini. Kemapanan di sini maksud saya, anggapan orang-orang di sini bahwa yang ngerokok itu perempuan ga bener. Aneh. Padahal nenek saya juga ngerokok, tapi ga pernah di cap ga bener. Selain itu saya juga semakin sering merokok dan jumlah batang rokok yang saya habiskan juga akan lebih banyak jika saya sedang berada di takengon (untuk mengusir dingin yang menyergap, saya kerap merokok dengan hisapan yang dalam dan merokok nonstop kayak kereta api J )

Tak lama sinusitis saya pun kembali kambuh. Dokter THT saya yang baru ini pun memberi petuah serupa dengan dokter THT saya yang terdahulu: Berhenti merokok kalo mau baikan. Siyal.

Akhirnya dengan berat hati saya memutuskan untuk (kembali) merokok. Meski lumayan berat, karena godaanya guedee banget. Dari mulai rokok gratis, sampe musim ujan yang bikin udara jadi dingin banget.

Meski bukan perokok berat, lagi-lagi harus saya akui bahwa perjuangan saya (mungkin) tak kalah berat dibanding dengan the heavy smoker (sok tau *mode on*). Maka berbagai cara saya coba untuk mencari pengganti rokok yang bisa memberi sensasi yang kurang lebih sama.

Hampir setahun lamanya, akhirnya saya menemukan bahwa COKLAT juga bisa ngilangin grogi bahkan stres saya. Sudah 3-4 bulan ini saya membuktikannya. Menurut pengalaman saya, sensasi yang ditimbulkan oleh si seksi ini hebat banget. Bayangin aja, sepulang dari lapangan yang melelahkan dan (kadang bikin sebal dan stres), semuanya bisa “baik-baik” saja dengan sepotong coklat. Biarpun udah jam 4 sore, namun makan siang belum jelas juga J.Begitu juga, saat saya grogi menanti saat menghadap si bos (entah kenapa sampai detik ini saya masih tetap grogi saat akan berhadapan dengan si bos :-D), maka cukup dengan mengunyah sepotong coklata, maka semuanya akan baik-baik saja. Ahh..akhirnya saya bisa juga menemukan pengganti sahabat saya terdahulu ..

No comments:

Post a Comment