Wednesday, April 25, 2007


Mantan Coffeholic

mungkin itu julukan saya harus saya terima sekarang. kenapa bisa? karena saya yang emang suka banget sama minuman yang bernama kopi ini, saat ini memang hanya bisa menelan air liur saat menatap secangkir kopi yang mengepul di atas meja. tidaaakkk….

saya kenal kopi sejak duduk di kelas I Sekolah Dasar. Kok bisa? Bisa, karena sebagai anak cewe satu-satunya yang lumayan kompak sama bokap (waktu kecil..sekarang sih kagak..), dan bokap juga coffeholic. Ceritanya kalo mo berangkat ngantor bokap suka ga ngabisin kopinya, semula sih saya iseng nyobain..eh lama-lama bokap bilang: ya udah abisin aja. Sejak saat itulah, seperti ada komitmen tak tertulis antara saya dan bokap bahwa setiap cangkir kopinya bokap, saya punya jatah di situ..hihihi..

Itu berlangsung sampe saya duduk di kelas 3 SMU. Karena pas kuliah saya pindah ke Medan. Tapi di Medan bukan berarti saya ga ngopi. Meski tak begitu sering, tapi biasanya dalam sehari saya pasti minum secangkir kopi. Biar ga ngantuk kalo ada kuliah pagi. Begitu alasanku saat itu.

Dan frekuensi minum kopi saya semakin meningkat sejak menyambi kerja sebagai reporter. Terutama saat deadline menjelang. Kadang pake ngerokok pula. Kata anak-anak kampus ngeliat kelakuan saya: Abang-abang kali, bah..! J

Kebiasaan ini semakin menjadi saat saya sudah wisuda. Tapi saya mencoba menguranginya dengan emngganti kopi hitam dengan capucinno atau dikasi krimer. Tapi ternyata ga lama. Karena saya balik pada kebiasaan lama yakni minum black coffee. Makin menjadi sejak saya hamil. Waktu hamil, selain minum kopi, saya juga mengunyah bubuk kopi. Kebayang kan. Setelah ditakut-takutin anakku jadi item dan bodoh karena emaknya kebanyakan ngopi, maka saya kurangi kebiasaanku itu. Eiitts.. tapi maksudnya bukan berarti saya berhenti menyentuh kopi lho..saya Cuma mengurangi kebiasaan minum kopi. Sehari satu cangkir, urusan mengunyah bubuk kopi jalan terussss…

Alhamdulillah, anak saya lahir berkulit putih dan bersih, serta tidak ada tanda-tanda kelainan pada kecerdasannya. Dan kebiasaan mengunyah bubuk kopi dan minum kopi pun tetap saya lanjutkan.

Tapi sejak hamper setahun lalu saya divonis bermasalah dengan lambung, sejak saat itu saya benar-benar menjaga kuantitas kopi yang saya minum. Kadang saya berusaha tak minum sama sekali. Karena jika saya masih rutin minum kopi maka keluhan yang paling sering saya alami adalah mual dan muntah-muntah. Ini sangat menganggu jika saya sedang berada di lapangan. Apalagi saat bertugas di Takengon yang rute jalannya seperti uler melingker di pager pak umer. Ironisnya, Takengon adalah salah satu daerah penghasil kopi terbaik di negeri ini, sementara saya harus puasa ngopi selama bertugas di sana (lebih setahun saya bertugas di sana). Padahal, setiap bertandang ke rumah penduduk, maka minuman yang akan disuguhkan adalah kopi. Dan saya harus selalu dengan tak enak hati memohon agar minuman saya diganti dengan air putih atau teh manis saja.

Begitulah nasib saya: mantan coffeholic, yang cuma bisa mengunyah bubuk kopi

No comments:

Post a Comment